Terancam Punah, Mahasiswa di Papua Budayakan Pakai Koteka ke Kampus


Semua tau koteka bukan? Iya, pakaian adat para lelaki papua yang dibuat dari buah Bobe (mirip labu) yang sebelumnya sudah dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu. Layaknya batik, koteka ini merupakan pakaian wajib dalam beberapa acara adat yang ada di Papua.
Sayangnya, belakangan ini koteka sudah jarang sekali ditemukan karena generasi muda Papua banyak memandang hal tersebut sebagai pakaian orang-orang tertinggal. Padahal, ia adalah bagian dari budaya, yang kalau tidak dilestarikan bisa saja hilang tertelan zaman.
Karena itulah, beberapa mahasiswa menggalang aksi memakai koteka ke kampus, agar budaya tersebut tetap terjaga. Salah satu di antara mereka yang mengawali semua ini adalah Devio Bastian Tokege, saah satu mahasiswa fakultas Teknik jurusan Teknik Elektro di Universitas Cenderawasih (Uncen). Devio sudah melakukan hal tersebut dari bulan Mei tahun 2018 lalu.

Merasa lebih merdeka

Koteka lazim dikenakan oleh masyarakat Pegunungan Tengah Papua, di antaranya suku Dani, Yali, Lani, Amungme, Moni, dan Mek. Namun, sekarang pakaian khas ini terancam punah lantaran semakin jarang orang yang mengenakannya. Anak muda jarang sekali mau mengenakan koteka di ruang publik, lebih-lebih saat menghadiri acara formal. Devio sendiri menginisiasi memakai koteka ke kampus untuk melestarikannya. Ia mengaku lebih bebas (merdeka) saat belajar mengenakan koteka dibandingkan berpakaian seperti biasanya.

Banyak pria lain yang juga mengikuti jejak Devio

Setelah Devio yang datang ke kampus mengenakan koteka, jelas hal tersebut membuat dosen-dosennya kaget. Saat teman-teman bahkan dosennya mengajak Devio berfoto, ia menolaknya dengan halus. Devio mengatakan kalau di bukan datang untuk fashion show, melainkan berupaya melestarikan budaya yang perlahan sudah mau dilupakan oleh orang Papua. Namun, ternyata masih ada yang bisa mengabadikan gambar mereka. Tak hanya Devio ternyata, teman-teman lelakinya yang lain juga termotivasi untuk memakai koteka ke kampus. Selain Devio ada nama Albertus Yatipai, Yan Elopere, Hoseri Edowai serta beberapa mahasiswa lain yang juga memakai pakaian tersebut.

Kuliah seperti biasanya

Ya, walaupun berpakaian adat (koteka dan topi) mereka tetap mengikuti pelajaran seperti biasanya. Ada yang ujian, presentasi, serta mengikuti beberapa materi perkuliahan. Beberapa mahasiswa yang tinggal di Asrama Mahasiswa mengajak teman-teman mereka agar mau mengenakan koteka, termasuk saat akan beribadah di gereja. Apa yang dilakukan oleh para mahasiswa ini jelas mendapat apresiasi dari para dosen mereka. Karena, di zaman yang semakin modern makin susah menjumpai lelaki yang mau memakai koteka di tempat umum. Kalaupun ada, mereka adalah orang-orang tua saja.

Koteka yang di ambang kepunahan

Nah, mengapa di awal disebutkan bahwa koteka bisa saja menjadi adat yang punah. Hal ini disebabkan karena adanya stigma yang menganggap bahwa koteka tersebut merupakan pakaian orang-orang pegunungan yang terbelakang. Sehingga orang-orang kemudian merasa tidak percaya diri saat memakai koteka. Padahal sebenarnya tidak, sama halnya dengan kain batik, jika tak ada yang memakai maka siapa lagi yang akan melestarikannya.

Maka dari itu, Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto bahkan mengusulkan agar koteka dimasukkan ke dalam kurikulum dan bisa dipakai oleh anak-anak asli Papua. Sehingga mereka akan merasa bahwa hal tersebut merupakan bagian dari diri mereka yang tak boleh dilupakan.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Orang-orang yang Tajir Mendadak Gara-gara Saldo Rekening Bertambah Secara Ajaib

Jangan Dipakai! Obat Nyamuk yang Terlalu Ampuh Bisa Datangkan Bahaya Bagi Manusia

Mau Naik Wahana Ekstrem? Coba Perhatikan Dulu 5 Hal Ini